oleh

Petani Sawah dan Masa Depan Kita

Loading

Petani Sawah dan Masa Depan Kita

Oleh: Yan Megawandi — Ketua Asosiasi Tradisi Lisan dan Pemerhati Budaya Bangka Belitung

Harapan adalah modal. Akan sulit membayangkan hidup tanpa harapan. Harapan itu yang mungkin membuat kehidupan jadi terasa lebih berharga. Begitulah seperti yang dirasakan oleh para petani di ujung selatan pulau Bangka.

Ceritanya dimulai dari ada yang terasa kurang beres dalam niat kita memikirkan soal beras di Bangka Belitung. Sesuatu yang sering kali kita abaikan, hingga baru tersadar ketika sebuah peristiwa kecil memicu kegelisahan besar.

Beberapa waktu lalu, publik Babel sempat ramai memperbincangkan berita tentang Gubernur Hidayat yang menelpon langsung Kepala Bulog Bangka Belitung. Pertanyaan sang gubernur sederhana, tapi sarat makna: mengapa Bulog tak lagi membeli hasil panen petani di Desa Rias, Bangka Selatan?

Bagi banyak orang, mungkin itu hanya soal teknis. Tapi bagi petani Rias, itu adalah soal hidup-mati semangat mereka untuk terus menanam padi. Desa Rias bukan sekadar desa di Bangka Selatan. Ia adalah kawasan pertanian yang menjadi kebanggaan, sekaligus harapan.

Di tengah keterbatasan lahan pertanian di Bangka Belitung, Rias berdiri sebagai simbol bahwa tanah ini juga bisa menumbuhkan padi, bukan hanya timah.

Namun, sawah-sawah di Rias tidaklah mudah digarap. Tanahnya keras, airnya tidak selalu cukup, ongkos produksinya tinggi. Tetapi para petani tetap bertahan, menggarap lahan itu dengan keyakinan bahwa kerja keras mereka bisa berbuah kemandirian pangan bagi Babel.

Ketika akhirnya padi itu tumbuh, menguning, dan siap dipanen, harapan pun ikut mengembang. Tapi kabar yang sampai ke telinga mereka justru membuat hati ciut: Perum Bulog tak lagi membeli gabah dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp6.500 per kilogram. Pihak swasta membeli dengan harga lebih rendah. Petani merasa ditinggalkan. Ibarat berjalan mendaki dan dibiarkan sendirian.

Bayangkan, setelah jerih payah berbulan-bulan di sawah, keringat yang jatuh dari dahi petani justru dibayar dengan harga tak sebanding. Semangat bisa patah. Sebab siapa yang mau terus berjuang, jika hasil kerja kerasnya tak dihargai?

Sabtu malam, 20 September 2025, Gubernur Hidayat Arsani langsung menghubungi Kepala Bulog Cabang Bangka, Akhmad Fahmi Yasin via telepon. Ia ingin mendengar langsung alasan di balik kabar ini. Jawaban yang muncul sederhana: kuota pembelian Bulog sudah habis.

Alasan yang mungkin bisa dimaklumi secara administratif, tetapi terasa mengiris secara moral. Bagaimana mungkin di saat pemerintah pusat dan daerah sedang menggaungkan swasembada pangan, tangan yang seharusnya menyerap hasil panen justru berhenti?

Gubernur Hidayat tampaknya sadar betul. Ia tahu, jika Bulog berhenti membeli, maka bukan hanya gabah yang tak terserap, melainkan juga semangat petani yang akan runtuh. Keresahan itu pun menyebar luas ke platform digital, media, hingga ruang percakapan masyarakat.

Untunglah, gerak cepat dilakukan Gubernur. Plt Kepala Dinas Pertanian Babel, Erwin Krisnawinata, membawa kabar gembira: pada 22 September 2025, Badan Pangan Nasional mengeluarkan surat penugasan baru. Artinya, Bulog kembali diberi mandat untuk membeli gabah petani sesuai HPP.

Kabar gembira itu tentu melegakan. Tapi mari kita berhenti sejenak, merenungi apa yang sebenarnya terjadi. Bagaimana jika telepon malam itu tidak pernah dilakukan? Bagaimana jika koordinasi dengan pusat tidak segera dilakukan? Nasib para petani di Rias bisa jadi berbeda.

Bukankah kita sering mendengar cerita tentang lahan sawah yang sudah ditetapkan sebagai kawasan pertanian, tiba-tiba saja hendak dialihfungsikan menjadi tambang timah? Atau masalah yang lain yang jadi beban petani adalah banjir.

Menurut anggota DPRD Bangka Selatan terdapat 115 hektar lahan sawah di wilayahnya yang terdampak banjir.  Mereka meminta Balai Wilayah Sungai (BWS) Bangka Belitung bisa turun tangan membantu para petani.

The post Petani Sawah dan Masa Depan Kita appeared first on Timelines.id.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Untuk Anda