oleh

Timah Bangka Belitung: Berkah atau Musibah?

Loading

Oleh: Nurul Aryani — Aktivis Dakwah Bangka Belitung

Menurut catatan sejarawan George Cœdès, keberadaan timah di Babel sudah ditemukan sebelum abad ke-1. Sedangkan, penambangan timah di Babel dilakukan sejak abad ke-7, berdasarkan prasasti Kota Kapur peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang ditemukan di pesisir barat Pulau Bangka.

Pada masa Kesultanan Palembang di bawah pimpinan Sultan Mahmud Badaruddin I penambangan timah di Pulau Bangka dilakukan secara besar-besaran. Dilansir dari situs DPMPTSP Provinsi Babel.

Timah di Babel memang berlimpah. Hingga semester 1 tahun 2025, Emiten TINS ini mencatatkan sumber daya mineral timah sebesar 798.000 ton sn dan cadangan mineral timah sebesar 309.000 ton sn. (Timelines Babel, 30/09/25). Selain itu, PT. Timah TBK juga membeberkan bahwa saat ini perusahaan memiliki sumber tambahan cadangan timah yang baru.

Direktur Pengembangan Usaha PT Timah menyebutkan sejatinya perusahaan membidik hingga 4-5 titik tambang timah primer untuk menambah cadangan timah. Potensi tambahan cadangan tambang yang dibidik oleh perusahaan bahkan mencapai 300 ribu ton. (CNBC Indonesia, 25/08/25).

Dengan jumlah timah yang berlimpah Babel menjadi pengeskpor timah terbesar di Indonesia. Sekitar 90 persen produksi timah nasional berasal dari Bangka Belitung. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Babel, nilai ekspor timah Bangka Belitung (Babel) pada Agustus 2025 tercatat sebesar US$104,12 juta, dengan kurs 16ribuan nilainya mencapai lebih dari 1.6 triliun.

Melimpahnya sumber daya Babel ibarat mata pisau. Jika dikelola dengan baik tentu akan menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Namun, jika tidak dikelola dengan benar akan mendatangkan mudarat baik bagi rakyat maupun tanah Babel itu sendiri.

Berbagai konflik yang berkaitan dengan penambangan timah nyatanya tidak pernah surut. Mulai dari kerusakan alam sampai konflik masyarakat dengan perusahaan. Di bawah asuhan sistem ekonomi kapitalisme yang hanya mementingkan cuan, alam telah jadi korban nyata eksploitasi masif penambangan.

Provinsi kecil ini sebanyak tiga per empat dari total wilayahnya masuk dalam Izin Usaha Pertambangan (IUP) skala besar maupun inkonvensional. Hal ini menjadikan Provinsi Bangka Belitung berada di urutan tertinggi dengan kondisi lahan rusak dan sangat kritis yakni mencapai 1.053.253,19 hektar atau 62 persen dari luas daratan Babel (Walhi.or.id, 24/10/17).

Kerusakan alam di Babel sudah sangat terasa, mulai dari mudahnya banjir jika turun hujan lebat/di musim hujan, mulai langkanya hewan-hewan endemik Babel, naiknya suhu, berkurangnya ruang hidup masyarakat seperti hutan yang rusak hingga lautan yang “butek”, sampai keruhnya aliran sungai akibat aktivitas pertambangan.

Selain kerusakan alam, aktivitas pertambangan timah secara masif juga telah menghasilkan konflik horizontal maupun vertikal. Terbaru, 6 Oktober lalu masyarakat demo secara besar-besaran ke PT.Timah buntut dari murahnya harga timah dan susahnya menjual timah. Masyarakat juga menuntut terkait IUP PT.Timah agar lebih transparan dan dijadikan legal untuk rakyat menambang.

Tidak hanya pada tahun 2025 ini saja, 2024 lalu juga diadakan demo besar-besaran ke PT. Timah terkait rencana penambangan timah di pantai Batu Beriga. Pantai Batu Beriga masih sangat asri juga merupakan ruang hidup rakyat. Di mana rakyat Beriga mayoritas nelayan yang menggantungkan kehidupan dari hasil laut.

Namun, PT.Timah melalui pemerintah pusat mendapatkan legalitas untuk menambang sebab termasuk IUP PT.Timah. Ini akhirnya jadi konflik sebab masyarakat tidak ridho jika alam mereka rusak.

Disisi lain, mega korupsi timah yang mencapai angka 300 T dengan kerugian materil maupun non materil telah menjadi salah satu dampak ketika tata kelola timah dibajak oleh kerakusan pribadi. Semua jauh dari orientasi untuk menyejahterakan rakyat.

The post Timah Bangka Belitung: Berkah atau Musibah? appeared first on Timelines.id.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Untuk Anda